Menjadi Minimalis | ‘Goodbye, Things’ Fumio Sasaki

Photo by Jacinta Christos on Unsplash

Gaya hidup minimalis telah menjadi semakin populer di seluruh dunia. Dengan banyak orang mencari cara untuk menyederhanakan hidup mereka dan menemukan kebahagiaan di luar materi. Salah satu sumber inspirasi utama untuk gaya hidup ini datang dari Jepang. Di mana konsep kesederhanaan dan minimalisme telah diterapkan dalam budaya sehari-hari.

Dalam buku “Goodbye, Things: The New Japanese Minimalism” karya Fumio Sasaki, kita diundang untuk memahami esensi dari gaya hidup minimalis ala Jepang. Dan bagaimana hal itu dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan yang lebih besar dalam hidup.

Fumio Sasaki, seorang praktisi minimalis yang hidup dengan hanya memiliki sedikit barang, membagikan pengalaman dan pemikirannya tentang proses mengurangi kepemilikan barang yang tidak penting. Buku ini menyoroti bagaimana gaya hidup minimalis dapat membebaskan kita dari stres dan kecemasan yang diakibatkan oleh kepemilikan barang berlebihan. Dengan cara yang jujur dan lugas, Sasaki mengilustrasikan bahwa kebahagiaan sejati tidak tergantung pada jumlah barang yang kita miliki, tetapi pada kualitas kehidupan dan hubungan yang kita bangun.

Salah satu konsep utama dalam gaya hidup minimalis ala Jepang adalah kesadaran akan keindahan sederhana. Ini mencakup penghargaan terhadap keindahan dalam hal-hal yang kecil dan sederhana di kehidupan sehari-hari. Serta pengurangan kebisingan visual dan mental dengan membuang barang-barang yang tidak diperlukan. Sasaki menunjukkan bahwa dengan memiliki sedikit barang, kita dapat menemukan kedamaian dalam ruang kosong dan memberi ruang bagi kreativitas dan pertumbuhan pribadi.

Selain itu, gaya hidup minimalis juga mempromosikan kebebasan dan fleksibilitas. Dengan memiliki sedikit kewajiban material, kita menjadi lebih bebas untuk mengejar minat dan keinginan yang sejati. Kita tidak lagi terikat oleh kepemilikan barang yang membebani dan mengganggu. Melainkan dapat fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup kita.

Menjadi Minimalis: Siklus Kecintaan Terhadap Benda

Dalam konteks kecintaan terhadap barang yang kita miliki, Tinkerlustid mengidentifikasi tiga siklus yang umumnya dialami oleh banyak orang: fase joy (kesenangan), fase familiarity (keakraban), dan fase boredom (kebosanan). Setiap siklus ini mencerminkan perubahan dalam persepsi dan hubungan kita dengan barang-barang tersebut seiring waktu.

Fase Joy (Kesenangan):
Pada awalnya, saat kita mendapatkan atau membeli barang baru, kita sering merasakan fase joy atau kesenangan. Barang-barang baru tersebut memberi kita kegembiraan dan kepuasan karena mereka mungkin memenuhi kebutuhan atau keinginan tertentu yang kita miliki. Fase ini sering kali disertai dengan perasaan euforia, kegirangan, dan kebanggaan atas kepemilikan baru kita. Kita mungkin merasa bersemangat untuk menggunakan atau menampilkan barang-barang ini kepada orang lain.

Fase Familiarity (Keakraban):
Seiring berjalannya waktu, kegembiraan awal terhadap barang-barang tersebut cenderung memudar dan digantikan oleh fase familiarity atau keakraban. Pada tahap ini, kita menjadi lebih terbiasa dengan barang-barang tersebut dan mereka menjadi bagian dari rutinitas atau lingkungan sehari-hari kita. Kita mungkin tidak lagi merasa terkesan atau bersemangat dengan barang tersebut seperti pada awalnya. Tetapi kita masih menganggapnya penting dan berguna bagi kehidupan kita.

Fase Boredom (Kebosanan):
Pada akhirnya, terkadang kita akan merasakan fase boredom atau kebosanan terhadap barang-barang tersebut. Fase ini muncul ketika keakraban dengan barang-barang tersebut membuat kita merasa monoton atau terjebak dalam rutinitas. Barang yang dulu memberi kita kegembiraan kini mungkin tidak lagi menarik perhatian kita dan bahkan menjadi beban atau sumber stres. Kita mungkin merasa tergoda untuk mencari kegembiraan baru dengan membeli barang-barang lain atau mengganti barang-barang yang sudah kita miliki.

Fumio Sasaki mengungkapkan konsep yang bermakna ketika ia menyatakan bahwa kita tidak dapat memprediksi masa depan atas barang yang kita miliki. Pernyataan ini mengandung beberapa implikasi yang mendalam tentang hubungan kita dengan benda-benda materi di sekitar kita.

Pertama-tama, pernyataan ini menyoroti ketidakpastian dalam kehidupan. Meskipun kita merencanakan atau membayangkan bagaimana akan menggunakan barang-barang kita, kenyataannya adalah bahwa masa depan tidak selalu dapat diprediksi. Barang yang saat ini kita anggap berharga atau penting. Mungkin tidak lagi memiliki nilai yang sama di masa mendatang karena berbagai alasan seperti perubahan gaya hidup, kebutuhan, atau prioritas.

Kedua, pernyataan ini menekankan pentingnya hidup dalam saat ini atau dalam keadaan sekarang. Terlalu sering, kita cenderung terpaku pada masa depan, memikirkan apa yang akan kita lakukan atau miliki di kemudian hari. Ketiga, pernyataan ini mendorong kita untuk mempertimbangkan kembali hubungan kita dengan barang-barang materi. Seringkali, kita terlalu terikat pada barang-barang tersebut, merasa bahwa mereka adalah bagian integral dari identitas atau kebahagiaan kita.

Terakhir, pernyataan ini mengingatkan kita akan sifat sementara dari kepemilikan barang-barang. Barang-barang yang kita anggap berharga atau penting saat ini mungkin tidak akan kita miliki selamanya. Dengan demikian, pernyataan Fumio Sasaki bahwa kita tidak dapat memprediksi masa depan atas barang-barang kita adalah sebuah pengingat akan pentingnya hidup dengan kesadaran, fleksibilitas, dan rendah hati dalam hubungan kita dengan benda-benda materi.

Gaya hidup minimalis ala Jepang, sebagaimana dipresentasikan dalam buku “Goodbye, Things” oleh Fumio Sasaki, menawarkan banyak pelajaran berharga tentang bagaimana menyederhanakan hidup kita. Menemukan kedamaian dalam kesederhanaan, dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang sederhana. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip ini, kita dapat meraih kebebasan, kebahagiaan, dan kualitas kehidupan yang lebih baik secara keseluruhan.

Referensi:
Sasaki, Fumio. “Goodbye, Things: The New Japanese Minimalism.” W.W. Norton & Company, 2017.