Male Gaze, Perempuan dalam Lensa Laki – Laki
Beberapa tahun terakhir industri perfilman Indonesia mulai bangkit dengan mengangkat kisah yang beragam. Salah satunya film ‘Selesai’ yang disutradarai oleh Tompi. Bercerita tentang permasalahan keluarga di tengah situasi pandemi, film ini mampu meraih rating cukup tinggi yakni di angka 4,2 dari 5 menurut penghitungan platform Cineverse.
Namun, film ini memunculkan berbagai kritik warganet sejak awal penayangannya pada 13 Agustus 2021. Pengambilan gambar dengan menyoroti bentuk tubuh perempuan adalah satu aspek yang dinilai bermasalah. Hal ini akan membawa kita pada teori
Apa itu male gaze?
Teori male gaze merupakan cara pandang laki-laki yang diadaptasi menjadi cerita dan kemudian dipertontonkan kepada masyarakat yang notabene tidak hanya laki-laki namun juga perempuan. Teori ini didengungkan oleh Laura Mulvey melalui esainya yang berjudul Virtual Pleasure and Narrative Cinema tahun 1975. Laura Mulvey ialah seorang pemikir feminis yang mencoba mengkaji persoalan representasi dan posisi perempuan dalam media.
In a world ordered by sexual imbalance, pleasure in looking has been split between active male and passive female. The determining male gaze projects its phantasy on to the female figure which is styled accordingly
Laura mulvey
Mulvey menjelaskan konsep male gaze dalam sinematografi tidak memposisikan perempuan sebagai subyek yang memiliki kuasa atas dirinya melainkan hanya sebagai obyek.
Alasan mengapa perempuan semakin sering dijadikan obyek dalam film, menurut Mulvey disebabkan karena aparatus sinema masih sangat bergantung pada konsep yang lahir dari cara pandang laki-laki terhadap perempuan. Subjektivitas perempuan termasuk perasaan, motivasi, pikiran dan aspek kemanusiaan dianggap lebih tidak penting dan lebih dibingkai oleh hasrat laki-laki.
Membicarakan male gaze, Mulvey lebih sering membahas tentang film layar lebar. Namun sebenarnya teori ini dapat dengan mudah diterapkan pada hampir setiap jenis media, apalagi media visual.
Terdapat tiga cara untuk melihat penerapan teori male gaze, di antaranya: bagaimana laki-laki melihat perempuan, bagaimana perempuan memandang dirinya sendiri, dan bagaimana perempuan memandang perempuan lain.
Male Gaze dalam Film
Dalam film, penerapan male gaze dapat dilihat dari bidikan close-up terhadap tubuh perempuan dari atas bahu pria, bidikan yang bergerak dan terpaku pada tubuh perempuan, serta adegan yang menunjukkan seorang laki-laki secara aktif mengamati tubuh perempuan.
Bagaimana pun situasinya, perempuan selalu jadi objek seksual tanpa persetujuan. Kita bisa menyoroti male gaze dalam film Selesai. Ditunjukkan melalui perilaku cringe dan tak beradab dari seorang Bambang.
Ketika ditolak berhubungan seksual oleh Yani, Bambang malah melakukan masturbasi sambil membayangkan sosok Ayu yang sedang membelakanginya di seberang jendela. Film ini menormalisasi pelaku predator seksual yang tak mampu mengendalikan nafsu dan hanya memandang orang lain sebagai objek tak bernyawa.
Kita juga bisa melihat dalam film Suicide Squad yang memunculkan karakter Harley Quinn di layar lebar tahun 2016. Film yang disutradarai David Ayer ini menuai beragam kritik salah satunya tentang bagaimana sosok Harley Quinn dijadikan “objek seksual”. Harley saat itu mengenakan baju ketat bertuliskan “Daddy’s Lil’ Monster” dengan celana pendek dan jaket bertuliskan “Property of Joker”.
Berbeda dengan film Birds of Prey, kaos putih bertuliskan “Harley F***ing Quinn” merepresentasikan Harley yang mencari jati diri dan emansipasi selepas berpisah dari Joker. Hal itu membuktikan bahwa Harley bukanlah joker sidekick melainkan seorang perempuan yang berdiri sendiri tanpa laki=laki.
Selain kostum, male gaze juga tergambar dari camera work dan adegan-adegan yang sebenarnya sama sekali tidak mendukung plot dari film Suicide Squad. Seperti saat Harley berganti baju, kamera menyoroti dari bawah ke atas untuk mengaksentuasi lekukan tubuh sang aktris. Sementara Harley dalam film Birds of Prey adalah sosok yang terdevelop dengan baik tanpa menunjukkan kulitnya secara berlebihan.
Male gaze tidak hanya akan kamu temukan dalam film namun juga dalam iklan dan tulisan-tulisan di media digital. Perempuan seringkali menjadi objek demi menarik perhatian audiens. Dan sayangnya konten-konten yang memromosikan bagian tubuh perempuan masih digemari oleh laki-laki./ken
Oleh: Nadya Khennis Rozana
Gabung dalam percakapan